Tetaplah Berkepala Dingin
Saat Keadaan Menjadi Panas
Bagian ke-2
Minggu yang lalu, kita telah belajar lima langkah menangani kemarahan diri sendiri. Hari ini kita akan belajar bagaimana menangani kemarahan orang lain. Kadang-kadang kita menyadari diri kita sendiri menerima kemarahan orang lain. Sebuah pertanyaan yang sederhana atau kelalaian yang tidak disengaja dapat menjelma menjadi ledakan gunung berapi kemarahan dari pihak lain. Bagaimanakah seharusnya kita bereaksi? Ingatlah, reaksi alami kita biasanya adalah reaksi yang salah. Saat diserang dengan kata-kata, kita memiliki tiga kecenderung . Yang pertama adalah menyerang balik kata-kata yang diucapkannya. Yang kedua adalah menghindar. Lebih baik dari yang pertama, tetapi kita hanya menunda sementara kemarahan yang akan kita terima. Yang ketiga adalah menerima dan menempatkan diri kita menjadi korban. Sampai berapa lama kita akan bertahan? Kemarahan harus ditangani, dan Salomo telah memberikan kepada kita cara-cara yang efektif untuk menangani kemarahan orang lain yang ditujukan kepada kita. Kita bisa merangkumnya menjadi empat langkah. Langkah yang pertama adalah:
1.Dengarkanlah dengan Hati-hati
Untuk menangani orang yang sedang marah, kita perlu untuk mendengarkan dia. Kemudian, mendengarkan dia. dan, mendengarkan dia. Hal terbaik yang dapat Anda lakukan bagi seorang yang sedang marah adalah mendengarkan apa yang membuatnya begitu marah. Setelah Anda mendengarkannya, mintalah ia untuk mengulanginya. Setelah mendengarnya untuk kedua kali, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk memperjelas situasi. Dengarkanlah paling sedikit tiga kali sebelum Anda memberikan jawaban. Salomo mengatakan bahwa:
“Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin.” - Amsal 17:27
Jika seseorang sedang marah, mendengarkan dengan tenang adalah sikap yang menguntungkan karena tiga alasan. Yang pertama adalah, dengan mendengarkan dengan penuh perhatian, kita menyebarkan kemarahan orang tersebut. Sebuah gunung berapi yang aktif berpotensi meledak dengan dahsyat dan akan menghancurkan daerah sekitarnya, tetapi jika terjadi erupsi sebelumnya, kekuatan letusan gunung tersebut akan berkurang. Membiarkan orang yang sedang marah menyalurkan kemarahan membuat kemarahannya berkurang dan, karena itu akan mengurangi bahayanya.
Yang kedua adalah dengan mendengarkan akan memberikan Anda waktu untuk memusatkan pikiran atau fokus pada persoalan, jangan sampai Anda terpancing emosi dan memperkeruh suasana. Ingatlah, Salomo mengatakan kepada kita bahwa orang bodoh adalah orang yang memberikan jawaban sebelum ia mendapatkan waktu untuk mempertimbangkan pilihan-pilihannya. Jika Anda tidak yakin bagaimana cara menangani kemarahan orang lain, Anda dapat mengulur waktu dengan mengatakan, “Dapatkah Anda mengulanginya sekali lagi?” Biasanya ia akan lebih dari senang melakukannya.
Yang ketiga adalah mendengarkan akan memberikan Anda suatu kesempatan untuk mengumpulkan informasi penting. Saat Anda mendengarkan seorang yang sedang marah, Anda mungkin menemukan bahwa kemarahannya didasarkan pada informasi yang kurang tepat atau tidak lengkap. Jangan coba mengoreksinya pada detik itu juga, kalau tidak kebenaran akan lenyap di dalam luapan kemarahan. Sebaliknya, ingatlah informasi yang salah sebagai modal penyelesaian setelah kemarahannya reda.
2.Berusahalah untuk Memahami Kemarahan Orang Lain.
Anak kami belum lancar berbicara. Terkadang yang menjadi sumber kemarahannya adalah dia frustasi karena kami sebagai orang tuanya tidak memahami apa yang dirasakannya. Sebagai orang tua, saya belajar, seorang anak rewel karena ada sebabnya. Karena itu kami perlu memastikan apakah dia lagi lapar atau haus. Apakah dia kepanasan atau kedinginan. Apakah buang air besar atau merasa tidak nyaman karena pampers-nya sudah penuh . Apakah dia sakit atau mengantuk. Banyak faktor yang bisa menyebabkan seorang anak rewel dan marah, karena kebutuhannya tidak ditangani orang tuanya secara tepat.
Begitu juga orang yang sedang marah dan menuntut kita, mereka marah karena ada sebabnya. Kita tidak bisa membela diri kita begitu saja tanpa mencoba memahami dulu mengapa mereka begitu marah dengan kita. Pembelaan diri tidak akan menyelesaikan masalah malahan memperbesar masalah. Mungkin dia marah karena kurang mendapatkan perhatian dari Anda. Mungkin dia marah karena tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari Anda. Mungkin dia marah karena Anda meremehkan apa yang penting baginya. Apapun penyebab kemarahan orang lain
kepada Anda, cobalah pahami kemarahan mereka. Daripada mengatakan, “Begitu aja marah, emangnya kamu tidak pernah melakukan kesalahan yang sama?”, atau lebih baik Anda mengatakan, “Terima kasih ya telah mengingatkan saya, kalau tidak mungkin saya akan melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang.” Salomo mengingatkan kita bahwa:
“Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran.” -Amsal 10:12
Ingatlah bahwa orang yang paling banyak menuntut atau atau orang yang sedang marah atau orang yang paling “mengesalkan” Anda justru adalah orang yang paling membutuhkan kesabaran Anda. Dalam situasi seperti inilah, kasih kita teruji. Satu cara praktis untuk memperlihatkan kasih Anda kepada seorang yang sedang marah adalah dengan memahami rasa sakitnya daripada berusaha merendahkannya. Seperti yang Steven Covey katakan: “Berusahalah terlebih dahulu memahami orang lain, maka Anda akan dipahami.” Atau Yesus: “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” (Lukas 6:31).
3. Jawablah dengan Halus dan Pelan
Ketika Anda sedang mendengarkan seorang yang sedang marah dan memuntahkan kata-kata yang membara, bayangkanlah bahwa Anda mempunyai dua ember di samping Anda. Yang satu berisi bensin dan yang lain berisi air. Anda dapat memilih ember mana yang akan Anda pakai. Jika Anda memutuskan untuk membalas dengan suara keras dan kata-kata panas, itu artinya Anda sedang menuangkan bensin pada api yang menyala tersebut. Tetapi jika menjawab dengan kata-kata yang halus dan pelan, itu berarti Anda sedang menuangkan seember air yang akhirnya akan memadamkan api tersebut.
Jangan pernah menambahkan minyak pada semburan api kemarahan lawan Anda. Biarkanlah ia kehabisan bahan bakar dengan sendirinya dan kemudian siramkanlah air ke atas percakapan tersebut dengan kata-kata yang lembut untuk memastikan api amarahnya padam. Saat ia telah selesai memuntahnya amarahnya dan Anda siap menjawab, berusahalah sekuat mungkin untuk berbicara lebih lembut dan pelan dibanding lawan Anda itu. Salomo menasihati sebagai berikut:
“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”
– Amsal 15:1
4. Minta Maaflah Jika Perlu
Cara paling cepat untuk meredakan kemarahan seseorang adalah dengan mengucapkan kata-kata berikut ini, “Anda tahu, saya rasa Anda benar. Dapatkah Anda memaafkan saya?”. Saya sendiri pernah merasakan kebenaran ini.
Ketika saya masih melayani di Jakarta, salah seorang pemimpin grup yang saya bimbing marah kepada saya. Dia marah karena sebulan lebih saya tidak memperhatikan kerohaniannya dan juga grup yang dipimpinnya. Sewaktu saya mendengar kata-katanya yang penuh tuntutan dan amarah, saya bereaksi. Saya katakan padanya saya lagi sibuk dan seharusnya dia mengerti kondisi saya. Dan saya katakan lagi padanya untuk tidak mempersoalkan hal kecil seperti itu.
Tetapi hal kecil bagi saya adalah hal besar baginya. Hubungan kami memburuk dalam minggu-minggu selanjutnya. Ini semua terjadi karena tidak ada satu langkah penanganan amarah yang tepat yang saya lakukan. Saya tidak mendengarkannya. Saya tidak berusaha memahami kemarahannya. Saya tidak menjawab dengan halus dan pelan. Pelayanan kami menjadi tidak efektif. Seseorang harus berbuat sesuatu, seseorang harus mengambil tindakan dan rupanya orang itu adalah saya. Jika boleh jujur, saya menyadari kesalahan saya, kemudian saya berbicara dengannya, saya katakan: “Kamu tahu bro, kamu benar dan berhak untuk marah. Setelah saya renungkan, saya bisa melihat kesalahan saya dan saya minta maaf”. Dia terdiam sejenak, kemudian dia membuka mulutnya dan berkata: “Saya juga ingin kamu tahu, ada bagian kesalahan saya dalam masalah ini….” Saya lega dan hubungan kami dipulihkan.
Sulit bagi kita untuk tidak memaafkan orang yang menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada kita. Akan ada orang yang menanggapi permintaan maaf Anda dengan positif dan masalahnya selesai. Akan ada orang yang terkejut dengan permintaan maaf Anda tidak tahu bagaimana menjawab permintaan Anda tersebut! Akan ada orang yang menolak untuk memaafkan karena mungkin dia tidak merasakan penyesalan dibalik kata-kata maaf Anda. Akan ada orang yang justru akhirnya ikut merasa bersalah dan malu karena terlalu emosi untuk hal yang sebenarnya bisa dibicarakan baik-baik.
Apapun juga reaksi orang tersebut, baik dia mau menerima permintaan maaf Anda ataupun tidak, Anda tetap perlu jujur terhadap diri Anda sendiri mengenai kesalahan Anda dan memastikan hati nurani Anda senantiasa bersih. Menurut Salomo, lebih baik kita mengakui kesalahan kita daripada menyembunyikannya.
“Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi.” – Amsal 28:13
Ada seorang remaja yang sering diejek dan dipukul beberapa pemuda setiap kali pulang dari sekolah. Suatu hari ibunya terkejut menemukan remaja ini mengenakan serangkaian bom di badannya dan bertanya: “Nak, apa yang kamu lakukan, kamu ingin bunuh diri?” Kemudian anaknya menjelaskan bahwa dia sering dipukul oleh beberapa pemuda, “Kali ini, kalau mereka memukul saya lagi, bom ini akan meledakkan mereka!!!”
Tentu saja, jika bom itu meledak, bom ini akan menghancurkan segalanya. Mengijinkan kemarahan menetap dalam hati Anda sama seperti mengenakan serangkaian bom di badan Anda, demikian juga menanggapi orang yang sedang mengamuk dengan kemarahan sama bahayanya dengan menganggu orang yang sedang mengenakan serangkaian bom di badannya.
Sebaliknya, Salomo memberikan rahasia sederhana ini untuk menangani kemarahan: Hindarilah kemarahan sejauh mungkin. Jangan kenakan itu, jangan bergaul dengannya, dan jika Anda sedang menghadapinya, ingatlah untuk “menanganinya dengan hati-hati.”
“Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.” - Pengkhotbah 7:9
ConversionConversion EmoticonEmoticon