Never Give Up, When Misunderstood

Jangan Pernah Menyerah,
Ketika Disalahpahami
Kita tinggal dalam dunia yang penuh dengan prasangka dan asumsi. Banyak orang “pintar” atau merasa dirinya pintar yang merasa dapat mengerti orang lain tanpa perlu konfirmasi dahulu maksudnya dengan orang yang bersangkutan. Saya pernah mendengar sebuah kalimat bijaksana yang mengatakan bahwa “Asumsi atau prasangka adalah pengetahuan tingkat terendah dalam kehidupan”. Ketika seseorang mengunakan asumsi dan prasangka sebagai dasar komunikasi, maka dia akan menuai banyak keretakan dalam hubungan, karena ia telah berpikir yang terburuk tentang sesamanya.
Tentu saja, kita pernah salah paham dengan orang lain ataupun disalahpahami. Sewaktu melayani di Yogjakarta, saya pernah mencoba tersenyum pada seorang teman yang baru bergabung untuk berdoa di sabtu pagi. Rupanya dia tidak senang dengan senyuman saya dan berkata dengan keras: “Mengapa senyum pada saya? Kamu tidak senang dengan saya?” Maksud hati mau ramah, justru saya dikira meledeknya. Sekejap senyum sirna dari wajah saya. Saya coba jelaskan padanya arti senyuman saya adalah saya senang bertemu dengan Anda. Akhirnya dia membalas senyum saya.
Mungkin Anda pernah menghadapi beberapa situasi dibawah ini:

1. KETIKA KEPUTUSAN ANDA DITENTANG

 Hampir setiap hari kita membuat keputusan dan menentukan pilihan-pilihan. Mau bangun atau tidur lagi, mau sarapan apa, mandi dulu atau langsung berangkat ke gereja, bulan ini menabung atau tidak, mempertahankan pekerjaan sekarang atau mencari yang baru, siapa yang akan saya nikahi suatu hari nanti.
Sebagian besar adalah hal-hal kecil yang kurang penting, tetapi beberapa di antaranya adalah hal-hal besar. Terkadang keputusan yang kita ambil didukung oleh orang sekitar kita, tetapi lebih seringnya tidak. Mungkin Anda pernah berhadapan dengan suatu kondisi dimana keputusan Anda ditentang:

v Bos Anda marah besar ketika mengetahui Anda hendak mengundurkan diri karena telah mendapatkan pekerjaan lainnya. Ia memaki Anda dan berkata bahwa Anda orang yang tidak berterima kasih, jika ia tahu Anda akan keluar dari perusahaannya, ia tidak akan pernah menerima Anda. Padahal Anda pindah pekerjaan hanya karena Anda ingin punya waktu lebih banyak untuk pelayanan.

v Orang tua Anda tidak suka ketika mengetahui pacar Anda dari suku lain. Mereka berkata: “Memangnya tidak ada yang cantik dari suku kita? Suku dia itu…beginibegitu…”. Ketika Anda berusaha menjelaskannya, tetapi mereka malah marah dan menganggap Anda anak yang keras kepala dan sulit dinasihati. Padahal Anda memilih pacar Anda sekarang karena dia rohani dan aktif dalam pelayanan.

Mungkin Anda pernah menghadapi kondisi yang berbeda, tetapi kondisi Anda serupa karena keputusan Anda juga disalahpahami. Anda dituduh sebagai orang yang egois dan tidak tahu berterima kasih. Padahal Anda hanya ingin bertumbuh dalam pekerjaan Anda dan menemukan pasangan yang takut akan Tuhan.
Tetapi mereka tidak mau mengerti. Menghadapi kondisi seperti ini memang tidak mudah menghadapinya. Semakin dekat hubungan Anda dengan penentang Anda, semakin sakit kata-kata yang Anda dengarkan. Ada kalanya ketika ditentang, rasanya ingin menyerah saja terhadap kondisi yang ada dengan mengikuti kemauan para penentang kita. Tetapi jangan menyerah, ketika Anda disalahpahami, karena Anda tidak sendirian.
Paulus pernah disalahpahami oleh jemaat Korintus. Setelah mengirimkan surat 1 Korintus yang berisi beberapa teguran, dalam suratnya, ia berjanji akan mengunjungi jemaat di sana. 

“Aku akan datang kepadamu, sesudah aku melintasi Makedonia, sebab aku akan melintasi Makedonia. Dan di Korintus mungkin aku akan tinggal beberapa lamanya dengan kamu atau mungkin aku akan tinggal selama musim dingin, sehingga kamu dapat menolong aku untuk melanjutkan perjalananku.” – 1 Korintus 16:5-6

   Tetapi ia membatalkan rencananya sebanyak dua kali. Masalah inilah yang diangkat beberapa pemimpin di Korintus dengan mengatakan bahwa Paulus orang yang tidak bisa dipercaya karena dia tidak bisa menepati janjinya.
 Kelihatannya masalah yang sepele. Tetapi seringkali kesalahpahaman memang terjadi karena masalah yang sepele. Telepon tidak diangkat, SMS tidak dibalas, tidak diajak, tidak senyum dan lain sebagainya. Tetapi semuanya bermula dari prasangka atau asumsi atas niat atau motivasi seseorang. Jika Anda sudah negatif dengan seseorang, hal sekecil apapun bisa sumber permasalahan.
Bagaimana perasaan Paulus, ketika keputusannya ditentang begitu keras? Tentu saja dia terkejut dengan reaksi jemaat Korintus, karena hubungan dekat yang mereka miliki selama ini. Pauluslah yang memulai jemaat disana dan sempat tinggal di Korintus satu setengah tahun lamanya (Kisah Para Rasul 18:11) waktu yang cukup lama untuk mengenal dan dekat dengan murid-murid Yesus di sana. Walaupun kepemimpinan terus berganti, Paulus tetap dekat dan mengembalakan jemaat Korintus melalui surat menyurat. 

Bagaimana Tanggapan Paulus ketika Keputusannya ditentang?

“Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah. Sebab kami hanya menuliskan kepada kamu apa yang dapat kamu baca dan pahamkan. Dan aku harap, mudah-mudahan kamu akan memahaminya sepenuhnya, seperti yang telah kamu pahamkan sebagiannya dari kami, yaitu bahwa pada hari Tuhan Yesus kamu akan bermegah atas kami seperti kami juga akan bermegah atas kamu. Berdasarkan keyakinan ini aku pernah merencanakan untuk mengunjungi kamu dahulu, supaya kamu boleh menerima kasih karunia untuk kedua kalinya. Kemudian aku mau meneruskan perjalananku ke Makedonia, lalu dari Makedonia kembali lagi kepada kamu, supaya kamu menolong aku dalam perjalananku ke Yudea.” – 2 Korintus 1:12-16

v Penjelasan yang terbaik adalah bicara jujur, terbuka dan jelas tanpa menimbulkan kesan terlalu kuat membela diri. Paulus tidak mengeluh, ia tidak menyerang balik, ia tidak menyalahkan siapapun. Ia hanya berusaha menjelaskan kondisinya dengan jujur, terbuka dan jelas kepada jemaat di Korintus. Ia menyerahkan kepada pembaca suratnya tanggapan berikutnya atas penjelasannya mengapa ia tidak jadi mengunjungi Korintus. 

v Kita tidak bisa mengontrol bagaimana tanggapan orang lain terhadap kita. Jarang penjelasan yang kita berikan bisa menyakinkan setiap orang. Bahkan kadang orang terdekat kita memilih untuk tidak mempercayai kita. Pada titik ini, kita harus memutuskan untuk menyerahkan reputasi kita ke dalam tangan Tuhan dan melepaskan persoalan.

“Jika Anda hidup untuk menyenangkan orang lain, kesalahpahaman akan menekan Anda; tetapi jika Anda hidup untuk menyenangkan Tuhan, Anda akan dapat menghadapi kesalahpahaman dengan iman” – Warren Wiersbe

2. KETIKA MOTIVASI ANDA DIPERTANYAKAN

Hal yang lebih sulit dihadapi dibandingkan dengan keputusan kita ditentang adalah ketika motivasi Anda dipertanyakan. Mungkin Anda pernah menghadapi kondisi seperti ini:

v Anda memberi masukan atau nasihat kepada seseorang yang kurang berpengalaman, ia malah pikir Anda sok pintar atau sok tahu, dan berkata: “Urus urusanmu sendiri” (Ini yang terjadi ketika kita mencoba membantu orang yang sombong dan sulit belajar dari orang lain).

v Anda mencoba membantu seseorang, tetapi bukan terima kasih yang Anda dapat, ia malah marah pada Anda karena mengganggap Anda merendahkannya atau meremehkan kemampuannya. (Ini yang terjadi ketika kita mencoba membantu orang yang rendah diri 
minder atau malu dengan kondisinya)

Dalam kasusnya dengan jemaat di Korintus, Paulus telah berusaha menjelaskan di 2 Korintus 1:12-13, bahwa:

Ø  Hati nuraninya murni
Ø  Tidak ada yang ia sembunyikan dari mereka
Ø  Dia tidak berusaha menipu mereka

Ia menjelaskan karena jemaat Korintus seolah-oleh ragu dengan kasihnya. Di 1 Korintus 1: 23, ia menjelaskan lebih lanjut:

Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku—Ia mengenal aku—,bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu.

Paulus menjelaskan bahwa sesungguhnya ia tidak datang, bukan karena ia tidak mengasihi jemaat Korintus. Justru karena ia mengasihi mereka, ia memutuskan untuk tidak datang. Jemaat lagi berdukacita karena mendapat teguran dari Paulus, dan Paulus tidak mau mendukakan mereka dengan kedatangannya (2 Korintus 2:1).
Ia melanjutkan penjelasannya bahwa ia sebenarnya justru cemas dengan kondisi mereka. Ia tidak ingin mereka terus berdukacita, karena ia mengasihi mereka (2 Korintus 2:4). Karena itulah di 2 Korintus 7, ia mengajarkan mereka untuk bisa membedakan dukacita menurut dunia dengan dukacita menurut kehendak Allah.
Paulus mengerti prinsip tidak memasuki pertarungan yang tidak perlu. Ketika menghadapi pertempuran tertentu, setelah memberi penjelasan sejujur dan sejelas mungkin, kadang kala kita perlu mundur sejenak untuk membiarkan mereka berdoa atau memberi kesempatan Tuhan bekerja melembutkan hatinya. Kenyataan yang harus kita terima adalah kita tidak mungkin bisa menyelesaikan setiap kesalahpahaman.
Kasih harus lembut juga tegas. Ketika Paulus bersikap tegas pada suratnya yang terdahulu, sebenarnya:

Ø  Itu bukan surat yang ingin Paulus tulis.
Ø  Itu bukan surat yang ingin jemaat Korintus baca.
Ø  Tetapi Paulus menulisnya dan jemaat Korintus membacanya.

Kuncinya sebenarnya hanya menyamakan persepsi saja. Paulus tegas karena ia mengasihi jemaat di Korintus. Jemaat Korintus hanya perlu berpikir bahwa kasih itu lembut tetapi juga tegas. Dan Paulus sedang mengasihi mereka dengan bersikap tegas. Jika saya berteriak dengan suara yang keras “awas” kepada anak saya yang baru berumur tiga tahun ketika ia hampir ditabrak mobil. Apakah saya mengasihinya walaupun suara saya mungkin menakutinya? Ya, kasih saya yang tegas kepadanya sama seperti ketika saya memeluknya dan berkata: “Papa sayang kamu”. 
Jadi respon Paulus selanjutnya adalah menunggu. Menunggu bisa saja hal yang sulit untuk dilakukan, bahkan mungkin merupakan disiplin rohani tersulit untuk dilaksanakan. Jika saya kembali melihat masa lalu saya, saya sadar, justru banyak kesalahan yang saya lakukan karena saya tidak sabar menunggu.
Biarkan Tuhan bekerja. Jika Tuhan adalah Tuhan, Ia sepenuhnya bisa dipercaya untuk menyelesaikan setiap persoalan. Tetapi tentu saja Tuhan bekerja sesuai waktu-Nya.
Paulus, ketika menghadapi masalah ini tidak menghindari, tidak menduga-duga nama-nama orang yang menentangnya, atau tidak ikut menebak motivasi penentangnya. Singkatnya, ia tidak mau berasumsi atau berprasangka. Ia tidak membalas kritikan dengan kritikan. Ia dengan jelas dan sederhana menjelaskan kondisinya mengapa ia mengubah rencananya. Ia membuka isi hatinya kepada pembaca suratnya. Hanya ini yang seharusnya kita lakukan sebagai orang percaya. Semoga Bermanfaat !


Kemuliaan bagi TUHAN!
Previous
Next Post »
Thanks for your comment