Never Give Up, When It Hurts

Jangan Pernah Menyerah,
 Ketika Terasa Sakit

Hari ini kita akan melanjutkan seri khotbah Jangan Pernah Menyerah bagian kedua yaitu Ketika Terasa Sakit. Kita sakit karena kita masih tinggal dalam dunia yang fana dan penuh dengan dosa. Kita sakit secara fisik akibat kecelakaan ataupun penyakit. Kita sakit secara emosi akibat orang lain. Hubungan memang bisa memberikan sukacita tetapi juga bisa memberikan rasa sakit. Penanganan yang salah terhadap rasa sakit ini terkadang justru menghasilkan amarah, kepahitan dan dendam. Karena itu kita perlu belajar bagaimana menangani rasa sakit secara benar.

    Satu-satunya resep obat yang paling manjur yang telah diwariskan oleh Tuhan untuk mengobati sakit hati kita adalah pengampunan. Pengampunan merupakan hal yang luar biasa. Pengampunan adalah salah satu rahasia untuk mengalami kepenuhan hidup. Tanpa belajar cara mengampuni, seseorang tidak bisa dikatakan benar-benar hidup. Saya ingat dengan sebuah cerita mengenai seorang Pendeta yang berkhotbah tentang pengampunan, kemudian bertanya kepada jemaatnya: “Siapa yang merasa perlu mengampuni musuh-musuhnya, silakan angkat tangan!”. Delapan puluh persen jemaatnya angkat tangan. Tidak puas, ia bertanya sekali lagi dengan suara nyaring: “Saya akan bertanya sekali lagi, siapa yang merasa perlu mengampuni musuh-musuhnya, silakan angkat tangan!!!” Spontan, semua jemaatnya angkat tangan, kecuali seorang ibu yang telah berusia lanjut. Secara langsung, pendeta tersebut bertanya: “Berapa umur Anda? Mengapa Anda tidak mengangkat tangan?” Ibu tersebut menjawab: “Umur saya 93 tahun dan saya tidak angkat tangan karena saya tidak punya musuh seorangpun”. Terkesan dengan jawabannya, pendeta mengundang ibu tersebut ke mimbar untuk sharing kepada jemaat, bagaimana ia bisa tidak memiliki seorang musuhpun selama hidupnya. Ibu tersebut memulai sharing-nya dengan berkata: “Mereka semua telah mati!”.
Kita semua pernah berhubungan dengan orang yang menyakiti kita, yang mematahkan hati kita, yang mematahkan semangat kita, yang mengkhianati kita, yang mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, dan mereka masih hidup sampai hari ini, bahkan hidup cukup dekat dengan kita. Walaupun mungkin kita tidak benar-benar memusuhi mereka, tetapi mungkin kita tidak benar-benar mengampuni mereka.

SI PEMBUAT MASALAH

 Di 2 Korintus 2:5-11, Paulus meminta jemaat Korintus untuk mengampuni seorang anggota jemaat yang telah berdosa. Kita tidak tahu siapa orangnya dan apa yang dilakukannya. Beberapa ahli tafsir menghubungkannya dengan seseorang saudara di 1 Korintus 5 yang tidur dengan istri ayahnya (ibu tirinya). Dan parahnya, jemaat membiarkan dosa saudara ini atas dasar kasih karunia. Kemudian Paulus memerintahkan jemaat Korintus untuk mengusir saudara ini. Rupanya saudara ini bertobat dan ingin kembali pada jemaat, tetapi jemaat menolak menerimanya kembali.
Beberapa ahli tafsir lainya memiliki pendapat yang berbeda. Mereka mengatakan bahwa saudara ini bukanlah saudara di 1 Korintus 5, tetapi seorang saudara yang memecahbelah gereja di Korintus dan menentang Paulus dengan mengatakan bahwa Paulus itu seorang rasul palsu. Kemudian saudara ini diusir dari jemaat, dan rupanya saudara ini bertobat dan ingin kembali kepada jemaat.
Siapapun juga si pembuat masalah ini, Paulus meminta jemaat Korintus belajar mengampuni dan menerimanya kembali. Ketika berhadapan dengan Si Pembuat Masalah yang menyakiti hati kita, kita cenderung mengambil sikap yang keliru:

1.Bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi. Mengabaikan sakit hati Anda tidak akan menyembuhkannya. Mungkin Anda pernah mendengar “Waktu akan menyembuhkan luka” tetapi terkadang waktu jugalah yang menyebabkan infeksinya meluas.
 
2.Melihat diri sendiri sebagai korban. Seorang korban biasanya berusaha menarik simpati dengan dari orang lain dengan menceritakan ketidakadilan yang diterimanya. Akibatnya adalah secara tidak sengaja, ia menyebarkan sakit hati dalam komunitasnya.

3. Bersikap keras, termasuk melawan, membalas, bertengkar. Minyak telah disirimkan ke dalam api, pertempuran akan segera dimulai, dan pada akhirnya yang kalah menjadi abu dan yang menang menjadi arang.

Jadi bagaimana bersikap yang benar, ketika Anda disakiti? Berdasarkan 2Korintus 2:5-11, ijinkan saya memberikan tiga saran:

1. DISIPLIN YANG PROPORSIONAL

“Tetapi jika ada orang yang menyebabkan kesedihan, maka bukan hatiku yang disedihkannya, melainkan hati kamu sekalian, atau sekurang-kurangnya—supaya jangan aku melebih-lebihkan—,hati beberapa orang di antara kamu.  Bagi orang yang demikian sudahlah cukup tegoran dari sebagian besar dari kamu” – 2 Korintus 2:5-6

Kesalahan yang dilakukan Si Pembuat Masalah telah menyebabkan kesedihan. Tetapi disiplin telah diberikan. Dan di ayat ini, Paulus merasa disiplin yang diberikan cukup.

“Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” – Amsal 27:6

Ketika orang-orang terdekat kita melakukan kesalahan dan menyakiti kita, ingatlah bahwa disiplin adalah jalan yang terbaik. Disiplin yang benar memiliki tujuan untuk mendidik, sedangkan hukuman adalah pembalasan.

 “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."- Ibrani 12:6

Saya baru mengerti ayat ini ketika memiliki seorang anak. Anak laki-laki kami terkadang melakukan kesalahan yang tidak bisa di toleransi. Ketika disiplin verbal tidaklah cukup, saya kadang harus mendisiplinkannya secara fisik. Proses tersebut kadang terasa menyakitkan, baik bagi anak maupun bagi orang tua. Tetapi dalam situasi tersebut, disiplin adalah pilihan terbaik. Kasih bisa dalam bentuk lembut maupun tegas. Disiplin adalah bentuk kasih yang tegas.
Dalam konteks disiplin jemaat Korintus kepada Si Pembuat Masalah adalah menegor dan memintanya meninggalkan jemaat. Dalam konteks kehidupan jemaat, jika seorang saudara atau saudari berbuat dosa, menurut Matius 18:15-17, tegorlah dia empat mata. Jika ia tidak mau  bertobat, tegorlah ia  dalam grup kecil, jika ia tidak mau bertobat juga, tegorlah ia di hadapan jemaat dan jika ia juga tidak mau bertobat, pandangkah ia sebagai orang yang tidak mengenal Allah.
Dalam kehidupan berkeluarga, jika ada dosa, bicarakan berdua, jika pasangan tidak mau mendengarkan, bicarakan dengan pembimbing rohani dan seterusnya. Prinsipnya sama. Bicarakanlah dengan sopan secara pribadi dengan orang yang menyakiti Anda, baik itu pimpinan Anda, rekan kerja Anda, famili Anda, tetangga Anda, ataupun rekan sepelayanan Anda. Jika orangnya tidak mau bertobat, minta bantuan seseorang yang dewasa yang bisa membantu. Jika tidak juga bertobat, tidak masalah jika Anda memilih memisahkan diri Anda dari mereka. Tegaknya disiplin akan mengurangi rasa sakit hati.

2. PENGAMPUNAN YANG TULUS

“sehingga kamu sebaliknya harus mengampuni dan menghibur dia, supaya ia jangan binasa oleh kesedihan yang terlampau berat.  Sebab itu aku menasihatkan kamu, supaya kamu sungguh-sungguh mengasihi dia.
 Sebab justru itulah maksudnya aku menulis surat kepada kamu, yaitu untuk menguji kamu, apakah kamu taat dalam segala sesuatu.” 2 Korintus 2:7-9

Seperti anak sulung dalam perumpamaan anak yang hilang, terkadang kita sulit menerima kembali orang yang telah menyakiti kita dan memberi pengampunan yang tulus ketika orang yang menyakiti kita kembali. Anak bungsu telah menyakiti hati bapak dengan meminta warisan ketika bapaknya masih hidup, kemudian berfoya-foya dengan warisannya sampai habis dan sekarang ia kembali.
Mana yang lebih buruk, melakukan dosa dan kesalahan atau tidak bisa mengampuni? Tuhan bisa mengampuni kesalahan, tetapi Ia tidak bisa mengampuni sikap yang tidak mengampuni.

3. PENGAMPUNAN AKAN MEMATAHKAN SIASAT IBLIS

“Sebab barangsiapa yang kamu ampuni kesalahannya, aku mengampuninya juga. Sebab jika aku mengampuni, —seandainya ada yang harus kuampuni—,maka hal itu kubuat oleh karena kamu di hadapan Kristus,supaya Iblis jangan beroleh keuntungan atas kita, sebab kita tahu apa maksudnya.”  - 2 Korintus 2:11

Paulus mengakhiri perikop ini dengan mengingatkan jemaat di Korintus bahwa jika mereka tidak cepat belajar untuk mengampuni dan masih menyimpan rasa sakit di hati mereka, secara tidak langsung, mereka memberi keuntungan pada iblis.
Dalam bahasa Inggris, ayat ini berbunyi: “in order that Satan might not outwit us. For we are not unaware of his schemes”. Kata schemes di ayat ini bisa diterjemahkan sebagai siasat, dan ini adalah kata yang biasa dipakai dalam strategi perang. Lawan kita yang sesungguhnya, yaitu iblis akan menyusup secara diam-diam, jika  kita sibuk dengan rasa sakit di hati kita. Jika Kita memutuskan untuk menyimpan rasa sakit kita, maka iblis akan memutuskan menetap di hati kita, kita tidak akan menyadarinya. Dan kemudian iblis akan memulai misi-nya, yaitu menghancurkan hidup kita. Apa saja gejalanya?

Ø Kita marah-marah tanpa sebab .
Ø Kita terlalu cepat mengkritik seseorang.
Ø Kita menghindar bertemu dengan orang-orang tertentu.
Ø Kita selalu merasa diperlakukan secara tidak adil.
Ø Kita mulai menyebarkan gosip tentang orang yang menyakiti kita.
Ø Kita juga menyalahkan orang yang tidak bersalah.
Ø Kita mengucapkan kata-kata yang kurang baik dan kemudian mencoba menertawakannya.
Ø Kita menolak bertemu dengan orang-orang yang bermaksud membantu Kita.
Ø Kita terus memikirkan orang tersebut dengan perbuatannya yang menyakitkan Kita siang dan malam.
Ø Kita dikuasai kepahitan.
Ø Kita tahu reaksi kita salah, tetapi kita mengabaikannya.

Gejala-gejala ini membuat kita merasa sedikit sakit, tetapi tidak cukup sakit sehingga kita harus ke dokter. Iblis menang atas diri kita hari demi hari dan kita tidak menyadarinya. Ia berhasil mencuri sukacita yang sangat berharga dari hidup kita. Sampai kita berhasil mengatasi rasa sakit di hati kita, hidup kita akan tetap berantakan. Dan banyak orang yang justru memilih untuk menjauh dari kita.
Karena itu Paulus menasihai kita:

“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.”
-Efesus 4:31
Sebelum saya mengakhiri khotbah hari ini, saya ingin menyimpulkan bahwa kasih Paulus bukan saja kepada orang ini (siapapun dia), tetapi juga kepada jemaat di Korintus. Walaupun orang ini telah bersalah terhadapnya, Paulus tidak membalasnya, bahkan Paulus tidak pernah menyebutkan namanya.
Paulus tidak berkata: “Saya senang kalian tidak menerimanya kembali”, malahan ia berkata: “Saya mengampuninya, jika ada yang harus diampuni, supaya kita jangan memberi kesempatan kepada iblis”. Ini adalah sikap seorang murid Yesus yang dewasa. Paulus tidak mengkhawatirkan reputasinya. Yang ia inginkan hanyalah jemaat Korintus semakin bertumbuh secara rohani dan semakin mirip dengan Kristus.

Pengampunan adalah obat dari Tuhan untuk hati yang terluka.

Pengampunan menyembuhkan luka terdalam.

Pengampunan memperbaiki apa yang telah dihancurkan oleh iblis.

Pengampunan membuka pintu berkat yang lebih besar.


Semoga Bermanfaat !


Kemuliaan bagi TUHAN!
Previous
Next Post »
Thanks for your comment