Jalan ke Atas adalah ke Bawah


 

Apa yang dunia ajarkan mengenai jalan menuju keberhasilan dalam kehidupan ini biasanya berlawanan dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita. Tuhan Yesus tidak sedang berusaha menghakimi orang-orang yang ingin berhasil dan menjadi penting dalam kehidupan ini; tetapi, Ia jelas mengajarkan bahwa “cara berlawanan” adalah jalan yang lebih penting dibanding mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Dunia berkata: “Hancurkan musuhmu.”,  

Yesus berkata: ”Kasihi musuhmu”;

Dunia berkata: “Perjuangkan hak-hakmu.”, 

Yesus berkata: “Lepaskanlah hak-hakmu.

Dunia berkata: “Kuasailah orang-orang lain.”, 

Yesus berkata: “Layanilah orang lain.”

Dunia berkata: “Tingkatkanlah dirimu.”  

Yesus berkata: “Rendahkanlah dirimu.”

Seorang anggota jemaat menghampiri pendeta-nya dan berkata: “Pak Pendeta, saya telah berdosa.” Dan Pendeta-nya bertanya: “Apa yang telah kamu perbuat?” Jawab gadis itu: “Setiap kali saya berdiri di depan cermin, saya selalu berpikir “Alangkah cantiknya saya”, saya pikir saya telah jatuh dalam dosa kesombongan.”oh, begitu” Jawab Pendeta itu, kemudian katanya “Jangan kuatir, itu bukan dosa kesombongan, kamu hanya kurang tepat menilai diri sendiri”.

“Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan.” – Amsal 18:12

1. KESOMBONGAN ADALAH AWAL DARI KEGAGALAN

Kesombongan adalah sikap menghargai diri kita sendiri karena keberhasilan kita dan menyalahkan orang lain karena kegagalan kita. Seorang yang sombong percaya bahwa setiap hal baik dalam kehidupan ini adalah hasil dari kerja kerasnya sendiri. Ia merasa yakin bahwa dalam konflik apa pun ia benar dan orang yang lain salah. Ia tidak memerlukan orang lain, dan ia tentunya tidak membutuhkan Allah. Persamaan kata dari kesombongan adalah “keangkuhan” – sebuah kata yang dalam bahasa Ibrani berarti “Bertumbuh lebar atau besar”. Seseorang yang angkuh mempunyai perkiraan yang besar tentang dirinya sendiri.

Ketika Muhammad Ali masih memegang gelar juara bertahan kelas berat tinju dunia. Dalam sebuah penerbangan, ia duduk di kursi kelas satu sebuah pesawat jumbo jet yang sedang bersiap-siap untuk tinggal landas. Pramugari datang dan dengan sopan meminta Muhammad Ali untuk memakai sabuk pengaman. Ia memandang wanita itu dan berkata: “Superman tidak membutuhkan sabuk pengaman” Itulah kesombongan! Tanpa ragu-ragu, si pramugari menjawab :”Superman tidak membutuhkan pesawat terbang”.

Saya yakin Allah sangat membenci kesombongan karena apa yang dihasilkannya dalam kehidupan kita. Pertama, Kesombongan mengakibatkan rasa tidak berterima kasih. Jika kita menganggap bahwa setiap hal baik dalam kehidupan kita adalah hasil dari bakat, kerja keras, atau keberuntungan kita, kita gagal mengungkapan rasa syukur kepada Allah. Rasa tidak berterima kasih seperti itu secara alami menuntun pada akibat kedua: Kemandirian. Saat kita menipu diri kita sendiri untuk berpikir bahwa kita bertanggung jawab atas keberhasilan diri kita, kita sampai pada kesimpulan bahwa kita benar-benar tidak membutuhkan Allah.

Dalam Kitab Ulangan, Musa memperingatkan bangsa Israel untuk mengingat bahwa Allah adalah sumber berkat mereka:

“..apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya,… jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan”-Ulangan 8:12,14

Jadi apa yang mau kita sombongkan? Bahkan ketika kita meletakkan kedua tangan kita di dada dan memerintahkan jantung kita untuk berhenti berdetak, Jantung tersebut tidak mau mendengarkan kita.

2. KERENDAHAN HATI ADALAH AWAL DARI KEBERHASILAN

Sebaliknya, kerendahan hati adalah sikap yang mengakui bahwa hal baik apa pun dalam kehidupan kita adalah hasil dari apa yang Allah dan/atau orang-orang lain telah lakukan dalam kehidupan kita. Secara khusus, kerendahan hati melibatkan tiga hal:

A. Penilaian Diri Sendiri Yang Tepat

Jika seseorang meminta anda untuk memberitahukan tiga kekuatan terbesar Anda, dapatkah anda menjawabnya? Jika seseorang meminta Anda untuk memberitahukan tiga kelemahan terbesar Anda, apakah anda sanggup menjawabnya?

Jika kita bicara mengenai penilaian diri sendiri, sebagian besar dari kita akan mengarah ke salah satu kutub ekstrim: “Saya tidak layak dihadapan TUHAN, tidak mungkin TUHAN mau memakai saya.” Atau “Saya lebih baik, mengapa saya tidak dipilih?” Jelas, tidak satupun dari penilaian diri sendiri itu yang tepat. Sebaliknya, firman Allah mendorong kita untuk dengan tepat menilai kekuatan dan kelemahan kita:

“Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” Roma 12:3

Rasul Paulus menggunakan ayat ini sebagai landasan pacu bagi pembahasannya tentang karunia-karunia rohani. Allah telah memberikan kepada setiap orang Kristen sebuah karunia yang unik untuk melayani Dia. Kenyataan bahwa kita masing-masing memiliki karunia seperti itu seharusnya mencegah kita dari merasa seperti orang malang yang tidak berharga yang tidak dapat melakukan apa pun dengan benar. Di lain pihak, kenyataan bahwa kita tidak memiliki semua karunia seharusnya juga mengingatkan kita bahwa kita membutuhkan orang lain.

B. Penghargaan Terhadap Orang Lain

Kerendahan hati dibangun di atas pengakuan bahwa setiap hal baik dalam kehidupan kita adalah hasil dari apa yang dilakukan Allah atau orang lain bagi kita. Sekarang, memang benar itu adalah sebutir pil pahit untuk ditelan bagi banyak orang. Kita mengalami kesulitan untuk tidak memberikan penghargaan atas keberhasilan kita dalam kehidupan pada kerajinan dan tekad kita sendiri. Tetapi dalam suratnya kepada orang-orang Kristen di Korintus, Paulus menanyakan sebuah pertanyaan yang rendah hati yang meletakkan keberhasilan apa pun yang kita alami pada tempatnya:

“Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?”- 1 Korintus 4:7

Pertanyaan Paulus bagi kita semua memang cukup sederhana. “Hal baik apakah dalam kehidupan Anda yang tidak dapat ditelusuri kembali kepada Allah?

“Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang…” Yakobus 1:17a

C. Rela Melepaskan Hak-Hak Anda

Dunia mengajarkan, bahwa karena kita hanya mempunyai waktu yang terbatas di dunia ini, kita seharusnya menjalani kehidupan yang paling memuaskan, yang memberikan kesenangan dan kepuasan kepada diri kita sendiri.

Tetapi Yesus membuat sebuah pernyataan yang mengagumkan tentang diriNya sendiri yang sukar dimengerti oleh sebagian besar dari kita:

“.. Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani..” Matius 20:28a

Pikirkanlah itu. Yesus adalah Allah dan mempunyai hak penuh untuk memandang kita hanya sebagai alat-alat untuk mencapai sasaran-sasaran-Nya. Itu adalah hak istimewa Sang Pencipta atas makhluk-makhluk ciptaan-nya. Tetapi Yesus berkata bahwa Ia datang ke bumi untuk memenuhi kebutuhan kita, bukan diri-nya sendiri.

Jadi inti dari kerendahan hati adalah : Kerelaan untuk mengorbankan kenyamanan, kesombongan, atau hak-hak kita untuk tujuan yang lebih besar. 

 

Bakat adalah pemberian Allah, bersyukurlah.
Kemasyhuran adalah pemberian manusia, rendah hati-lah
Dusta adalah pemberian diri sendiri, berhati-hatilah
Previous
Next Post »
Thanks for your comment