Never Give Up, When Lose Heart

JANGAN PERNAH MENYERAH, 
KETIKA TAWAR HATI
Seri Khotbah NEVER GIVE UP

Bicara mengenai tawar hati, saya teringat dengan cerita mengenai iblis tua, yang hendak pensiun. Ia menjual senjata-senjata lamanya. Tiap senjata tersebut telah diberi label harga. Ada senjata yang diberi nama dendam, iri hati, dusta, ketakutan, kesombongan, dan yang lainnya. Salah satu iblis muda datang melihat-lihat senjata tersebut. Tertarik pada salah satu senjata ia bertanya: “Apa nama senjata ini?”. “Oh, itu namanya tawar hati.” Jawab iblis tua. Penasaran, iblis muda bertanya lagi: “Mengapa harganya sangat mahal, bahkan paling mahal dari semua senjata-senjata lainnya, padahal sudah agak rusak?”. Jawab iblis tua: “Memang agak rusak sih, karena terlalu sering saya gunakan dulu. Tetapi saya jamin, senjata ini masih sangat ampuh. Hampir semua manusia pernah terluka olehnya akan merasa kecewa, putus asa dan patah semangat. Mereka seolah-olah lumpuh, tahu harus melakukan sesuatu, tetapi tidak mampu melakukannya. Jika tidak cepat diobati, tinggal tunggu waktu saja mereka akan meninggalkan TUHAN ”. Kata iblis muda: “Wow, luar biasa. Kalau begitu saya beli. Tidak sabar untuk segera mencobanya pada target saya.”
Tentu saja percakapan di atas tidak nyata dan hanya ilustrasi saja. Tetapi tentu saja kita setuju bahwa iblis sering
berusaha melemahkan kita dengan mencoba menawarkan hati kita. Jadi, apa artinya tawar hati? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tawar hati berarti seseorang yang kehilangan keberaniaannya, tidak dapat bergembira, tidak bersemangat, tidak menaruh perhatian lagi dan bersikap dingin. Penyebabnya bisa beraneka ragam. Bisa karena telah berulang kali mengalami kegagalan, berulang kali mengalami jalan buntu, berhadapan dengan tantangan yang berat, atau dalam beberapa kasus, ketakutan yang berlebihan. Mari kita lihat sebuah peristiwa yang terjadi dalam Alkitab:

Dua Belas Pengintai

Kata Kaleb:
“Aku berumur empat puluh tahun, ketika aku disuruh Musa, hamba TUHAN itu, dari Kadesh-Barnea untuk mengintai negeri ini; dan aku pulang membawa kabar kepadanya yang sejujur-jujurnya.Sedang saudara-saudaraku, yang bersama-sama pergi ke sana dengan aku, membuat tawar hati bangsa itu, aku tetap mengikuti TUHAN, Allahku, dengan sepenuh hati.”  - Yosua 14:7-8

Sebelum bangsa Israel memasuki tanah Kanaan, dua belas pengintai dikirim ke tanah Kanaan untuk mengetahui keadaan tempat tersebut. Sangat benar, sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “bisa saja dua orang memandang sesuatu yang sama tetapi melihat sesuatu yang berbeda.” Kaleb dan Yosua menyampaikan laporan berupa kabar baik bagi bangsa Israel, tetapi sepuluh pengintai lainnya menyampaikan kabar busuk yang membuat bangsa Israel tawar hati.

“Juga mereka menyampaikan kepada orang Israel kabar busuk tentang negeri yang diintai mereka, dengan berkata: "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami."  - Bilangan 13:32-33

Mari kita lihat reaksi bangsa Israel:

Lalu segenap umat itu mengeluarkan suara nyaring dan bangsa itu menangis pada malam itu. Bersungut-sungutlah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini! Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" Dan mereka berkata seorang kepada yang lain: "Baiklah kita mengangkat seorang pemimpin, lalu pulang ke Mesir." - Bilangan 14:1-4

Mungkin karena yang menyampaikan kabar busuk lebih banyak dari yang menyampaikan kabar baik, bangsa Israel lebih mempercayai sepuluh pengintai daripada Kaleb dan Yosua. Karena mereka mempercayai orang yang salah, mereka tawar hati dan ingin pulang ke Mesir.
Dalam hidup ini, kita bisa bersikap seperti bangsa Israel yang tawar hati karena mempercayai orang yang salah. Kita juga bisa bersikap seperti sepuluh pengintai yang karena takut, malah membesar-besarkan ketakutan mereka, serta membuat orang lain ikut tawar hati, atau kita bisa bersikap seperti Kaleb dan Yosua, yang masih percaya pada Tuhan yang sanggup membelah laut merah.
“ Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. – Galatia 6:9

Orang-orang yang berhasil dalam  kehidupannya, biasanya bukanlah orang yang paling pintar, atau paling bertalenta, atau yang paling diberkati secara materi. Orang yang berhasil dalam kehidupannya biasanya adalah orang-orang yang tidak menyerah masalah atau tantangan hidup. Mereka adalah orang tidak jemu-jemunya berbuat baik. Mereka selalu dapat diandalkan. Mereka akan terus berusaha, dan berusaha. Rasul Paulus adalah orang tipe ini.
Dua kali di 2 Korintus 4, dia berkata “kami tidak tawar hati”. Walaupun dia telah disalah mengerti. Walaupun dia telah salah dinilai. Walaupun ada orang yang berusaha menyakitinya, Walaupun kondisi fisiknya semakin merosot, ia tidak tawar hati. Yang kita butuhkan saat ini adalah menemukan rahasia yang membuat Paulus tidak tawar hati, ketika kebanyakan orang akan tawar hatinya. Rahasia yang pertama adalah:
1. PAULUS INGAT AKAN TANGGUNGJAWABNYA
KEPADA TUHAN

“Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati..” - 2 Korintus 4:1

Paulus berkata, “kami telah menerima pelayanan ini dari Tuhan, atau kami ingat akan tanggungjawab kami kepada Tuhan.

“Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar. Itulah sebabnya aku ingin untuk memberitakan Injil kepada kamu juga yang diam di Roma.” - Roma 1:14-15

Paulus juga memiliki pandangan bahwa pekerjaannya memberitakan injil merupakan sebuah hutang atau kewajiban yang harus dibayarnya. Jadi, bagaimanapun kondisi yang harus dihadapinya, hutang tetap harus dibayar, kewajiban tetap harus diselesaikan, pekerjaan harus tetap diselesaikan. Ketika melakukan tanggungjawab, kita mungkin tergoda untuk berhenti dan menyerah, tetapi kita perlu senantiasa ingat akan tanggung jawab yang Tuhan percayakan kepada kita.

2. PAULUS INGAT BAHWA KEKUATANNYA
BERASAL DARI ALLAH

“Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.
Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa;  kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa..” 2 Korintus 4:7-9

Paulus mengenal sakit kepala dan sakit hati. Dia mengenal stres atau tekanan. Tetapi ia tidak membiarkan hal-hal tersebut menjatuhkannya. Mungkin dia terjatuh sementara, tetapi ia segera bangkit kembali, karena ia memiliki kekuatan yang berasal dari Allah.

“Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.” -Amsal 24:16

3. PAULUS INGAT UNTUK MENGARAHKAN
PERHATIANNYA PADA YANG KEKAL

“Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” – 2 Korintus 4:18

Yang kelihatan, seperti prestasi, pekerjaan, kekayaan, jabatan adalah sifatnya sementara. Karena Paulus tidak mengarahkan pandangannya kepada hal-hal yang bersifat sementara, ia tidak tawar hati. Tetapi orang-orang yang mengarahkan perhatiannya pada perkara dunia, akan tawar hati, karena semuanya bersifat sementara, suatu hari, jika tidak pudar atau menyusut, pasti hilang. Lebih baik mengarahkan perhatian pada yang kekal!
Previous
Next Post »
Thanks for your comment